Ariocarpus retusus
koleksi Rusli Hadinata itu bak mahkota para ratu. Puluhan tubercle—batang kaktus—tersusun apik membentuk sosok anggun dengan rona ungu di bagian teratas.
Bukan cuma itu keistimewaannya. Lihatlah ujung tubercle yang menyerupai tiara bermata tiga. Tiga mata itu sebetulnya areola—cabang pada kaktus yang berevolusi menjadi bulatan berbentuk oval. Lazimnya jenis Ariocarpus retusus memiliki tubercle berbentuk segitiga dengan satu areola. Koleksi Rusli mempunyai tubercle bercabang tiga. Warna putih dari duri-duri halus di ujung areola semakin mempertegas “kelainan” retusus itu.
Pantas bila kolektor di Tangerang, Banten, itu langsung kepincut begitu melihat Ariocarpus retusus ‘Three Finger’ berdiameter 10 cm itu. Demi mendapatkan si mahkota langka, Rusli rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mendatangkannya dari negeri Sakura beberapa bulan silam. “Pertumbuhan ariocarpus dikenal lambat. Butuh waktu 10 tahunan untuk mencapai diameter 10 cm, apalagi jenis mutasi yang pertumbuhannya lebih lambat. Harga tanaman bisa saja mencapai puluhan kali lipat ariocarpus biasa,” ujar Pami Hernadi, pemain tanaman hias kawakan di Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Alami vs Buatan
Di habitat aslinya, genus ariocarpus mampu bertahan hidup dari dataran rendah di Sierra Madre Oriental, timur laut Meksiko, hingga dataran tinggi di Gurun Cihuahuan, Meksiko. Itu pula yang menyebabkan jenis itu memiliki beragam “wajah” sebagai bentuk adaptasi ataupun akibat terjadinya mutasi alami.
“Mutasi merupakan kelainan pada tanaman normal yang terjadi pada tingkat sel (kimera,red) yang bersifat labil atau pada tingkat gen yang bersifat stabil. Mutasi bisa terjadi pada semua tanaman baik secara alami ataupun buatan. Di alam, kaktus dapat bermutasi karena kondisi lingkungan yang ekstrem seperti paparan suhu dan intensitas cahaya tinggi. Perlakuan tertentu seperti pemberian bahan kimia juga bisa menyebabkan munculnya kaktus mutasi secara buatan,” ujar Ir Ari Wijayani Purwanto MP, dosen Fisiologi Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Selain mutasi, bentuk kaktus yang beragam dalam satu genus juga muncul dari persilangan antara kaktus dalam satu jenis yang sama atau berbeda. Bahkan beberapa nurseri mancanegara sudah mulai mengembangkan kaktus hibrida dengan tetua kaktus mutasi sehingga peluang dihasilkan turunan yang unik dan langka lebih bervariasi.
“Nah, yang ini mirip gerombolan pepaya kan?” tanya Rusli. Yang dimaksud pria asli Bandung itu ialah ariocarpus hibrida yang diperolehnya dari Thailand setahun silam. Penampilan si kaktus batu hidup—julukan ariocarpus—semakin cantik karena gerombolan areola berbentuk seperti hati itu tersusun rapat dan roset. Pada bagian tengah areola ditumbuhi duri halus yang membagi areola menjadi 2 bidang vertikal. Duri yang menyerupai rambut padat berwarna putih itu juga tumbuh di bagian atas dekat tunas kaktus yang diperkirakan berumur 10 tahun itu. Fungsinya untuk melindungi kaktus dari penguapan berlebih.
Ariocarpus hibrida lain yang tak kalah cantik memiliki bentuk tubercle pendek yang melebar. “Biasanya bentuk ‘daun’ agak panjang. Sepertinya ini jenis A. retusus yang disilangkan dengan jenis lain,” tutur Rusli tentang koleksinya itu. Sayang, ia tidak menelusuri tetua-tetua hibrida unik itu.
Bintang gurun
Yang juga menjadi incaran para mania kaktus ialah jenis astrophytum. “Saat ini para hobiis memiliki kecenderungan untuk mengoleksi kaktus tak berduri seperti ariocarpus dan astrophytum. Kalaupun jenis berduri harus yang berduri besar seperti ferocactus,” ujar Erminus Temmy, yang kini mengelola nurseri milik sang ayah, Pami Hernadi.
Menurut Pami Hernadi bila dibandingkan dengan jenis kaktus lain, astrophytum termasuk jenis yang banyak dikembangkan serta memiliki varian mutasi paling beragam. Bangsa Yunani kuno kerap menyebutnya tanaman bintang. Mafhum, bentuk lekukan dan tonjolan (rib, red) tanaman asli Meksiko Utara itu memang persis benda langit penghasil cahaya.
Sebut saja Astrophytum asterias ‘Hanazono Kabuto’ yang juga dikoleksi Rusli. Embel-embel hanazono menunjukkan tanaman berasal dari salah satu nurseri di Jepang. “Jepang termasuk negara yang banyak menghasilkan varian astrophytum,” tutur Pami. Jenis itu unik karena memiliki kumpulan rambut padat berwarna putih yang tumbuh menyembul menyerupai kapas. Lalu “titik-titik bola kapas” itu membentuk pola tertentu misalnya huruf V yang bersambung hingga membentuk pola bintang. Berbeda dengan Astrophytum asterias cv. superkabuto. Superkabuto umumnya hanya ditumbuhi rambut padat berpola tertentu tapi tidak sampai menyembul. Umumnya superkabuto memiliki rib lebih atau kurang dari 8—jumlah rib pada A. asterias normal.
Varian mutasi lain yang tak kalah menarik adalah Astrophytum myriostigma ‘Fukuryu’. Fukuryu dalam bahasa Jepang berarti hadirnya rusuk—rib—tambahan. Rib tambahan berupa tonjolan tak beraturan itu berkembang pada lekukan antara dua rib normal. Bentuk rib tambahan pun berbeda-beda seperti dua Astrophytum myriostigma ‘Fukuryu’ milik Rusli. Walaupun sama-sama memiliki imbuhan fukuryu, tapi dua tanaman itu berbeda secara kasat mata. Jenis pertama memiliki duri-duri halus di permukaan kulitnya, yang lain tanpa duri dan kerap diberi embel-embel ‘Nudum’. Setidaknya terdapat 20 Astrophytum myriostigma ‘Fukuryu’ yang dikoleksi Rusli. Bersama si tiara bermata tiga mereka menjadi kesayangan Rusli. (Tri Istianingsih)
0 komentar:
Posting Komentar