Pada 1888, Marvin Stone mematenkan proses putaran spiral untuk memproduksi sedotan minum berbahan baku kertas. Keinginannya sangat sederhana, yakni dengan proses tersebut bisa membuat sedotan dalam jumlah banyak. Dengan begitu, produksi sedotannya bisa memenuhi permintaan pasar yang saat itu terus meningkat.
Namun, ternyata karya Marvin ini memberi efek bola salju. Temuannya banyak menginspirasi berkembangnya industri mesin pembuat motor listrik, tekstil, baterai, industri packaging, dan sebagainya. Dari sinilah kemudian perubahan besar terjadi dalam banyak dunia usaha.
Keinginan seperti inilah yang sebenarnya juga terselip di balik niat untuk menghadirkan rubrik Kreatipreneur. Kisah-kisah yang ditampilkan dalam rubrik tersebut diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi publik. Selanjutnya, dari inspirasi itu publik bisa punya keberanian untuk mulai menjalankan usaha. Jika proses ini terjadi secara masif, efeknya akan berantai dalam memutar roda perekonomian bangsa ini.
Virus melamar kerja masih begitu dahsyat menghinggapi anak muda negeri ini. Lihat saja betapa membeludaknya pengunjung setiap acara job fair alias bursa lamaran kerja. Memang tidak ada yang salah dengan fenomena ini. Namun jika dibiarkan terus berkembang, virus melamar kerja ini akan mengikis mental untuk berani memulai belajar mandiri.
Begitu lulus sekolah, para sarjana lantas berpikir bagaimana mencari kerja. Tidak lagi berpikir untuk mandiri, memulai usaha, hinggaakhirnya bisa menciptakan lapangan kerja. Fenomena inilah yang menjadikan komposisi pengusaha dibanding jumlah penduduk Indonesia menjadi sangat kecil, yakni hanya sekitar 0.18 persen. Akibatnya, perputaran roda bisnis hanya menyentuh kalangan yang itu-itu saja. Uang pun hanya beredar di orang itu-itu pula.
Kreatipreneur yang lahir pada 6 Januari 2011 berkeinginan kuat sekali untuk menghadirkan keberanian memulai aksi, menjalankan wirausaha. Dengan begitu, perputaran bisnis bisa diluaskan dan distribusi sumber daya ekonomi bisa lebih merata. Yang lebih penting lagi, berkembangnya semangat wirausaha juga bakal mendorong tumbuhnya ekonomi dan terbukanya banyak lapangan kerja.
Saat itu nama rubriknya masih Kreativasi. Kurang lebih nama tersebut merupakan gabungan dari kata kreatif dan inovasi. Nama ini sengaja dipilih karena memang kisah-kisah yang ditampilkan menggambarkan kreativitas seorang pengusaha dalam membuat inovasi bagi pengembangan produknya.
Saat pertama muncul,
Kreativasi hanya menyajikan kisah-kisah inspiratif dari perjalanan seorang pelaku usaha. Tidak selalu kisah sukses yang dimunculkan, tapi terkadang juga mengedepankan romantika jatuh bangun seorang pengusaha untuk bisa terus bertahan. Sengaja dinamika jatuh dan bangun itu diungkapkan untuk memberi gambaran bahwa menjalankan usaha bukanlah proses instan yang sekali dibuat langsung jadi.
Makin lama, sekadar pemaparan kisah, dirasa tidak cukup untuk mendorong publik mulai bertindak. Selain kisah, publik juga perlu berinteraksi dengan para tokoh yang ditampilkan perjalanan usahanya. Tidak sekadar menemukan jalan keluar, interaksi ini juga bisa menjadi penyambung jaringan yang menghidupkan iklim usaha.
Dengan alasan inilah, mulai 6 Oktober 2011, rubrik Kreativasi disempurnakan. Kisah in-spiratif perjalanan usaha itu dilengkapi ruang konsultasi dengan para tokoh. Mulai tanggal itu pula nama rubriknya diubah menjadi Kreatipreneur dan ruangannya diperluas menjadi satu halaman penuh. Rubrik
Kreatipreneur juga dilengkapi informasi tentang peluang atau kiat berwirausaha.
Perubahan nama rubrik dilakukan untuk menonjolkan unsur semangat wirausaha atau entrepreneurship. Kreatipreneur merupakan gabungan dari kata kreatif dan entrepreneurship. Tak sekadar berubah nama, semangat sangat kuat untuk melahirkan para entrepreneur yang kreatif terselip di balik nama tersebut.
Semangat saja tentu tidak cukup jika tidak diiringi dengan tindakan yang nyata. Karena itulah, Kreatipreneur kemudian tidak hanya hadir sebagai rubrik di Republika, tapi juga sebagai komunitas yang mulai terbangun lewat jejaring sosial (Face-book dan Twitter). Proses interaksi antara pengasuh rubrik, para pengusaha, dan publik diharapkan bisa terjalin kuat melalui komunikasi virtual tersebut.
Wadah ini memang kemudian menjadi ruang berbincang mengenai peluang-peluang dan kiat menjalankan wirausaha. Pertanyaan dari publik yang kemudian dijawab oleh para pelaku usaha terpapar dalam jejaring sosial Kreatipreneur.
Untuk lebih menguatkan interaksi, Kreatipreneur tidakhanya berhenti di ruang virtual. Mulai 8 Desember 2011, Kreatipreneur hadir sebagai event bedah rahasia usaha dengan nama Bincang Bisnis Kreatipreneur. Untuk pertama kalinya, Bincang Bisnis Kreatiprenur digelar di Kampus BSI Fatmawati, Jakarta Selatan. Pengusaha sukses Hendy Setiono. Dengan brand Kebab Turki Baba Raf! (KTBR). Hendy menjalankan bisnis kebab dengan sistem waralaba. Hendy memaparkan kisah jatuh bangun hingga sukses KTBR dalam acara tersebut. Respons peserta dan pembaca Republika membuncah.
Memenuhi permintaan pembaca, acara serupa kemudian digelar di Kantor Harian Republika pada 3 Januari 2012. Pengusaha ayam bakar yang merangkak dari bawah, Agus Pramono, membakar semangat peserta dengan mengisahkan perjalanan bisnisnya yang sangat inspiratif. Brand Ayam Bakar Mas Mono jadi bendera untuk mengembangkan bisnis yang kemudian diwaralabakan ini.
Hari Ini, bertepatan dengan ulang tahun yang pertama, Kreatipreneur menghadirkan Bincang Bisnis di Kampus BSI Bandung, Jawa Barat. Dirga-hayu. Salam wirausaha!
Sabtu, 05 Januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar