Meskipun menuntut banyak prasyarat dan prakondisi, pergulatan untuk menjadikan perkembangan pariwisata dunia berkelanjutan (sustainable) bagi negara-negara Dunia III melalui pembangunan pariwisata berbasis komunitas bukan hanya merupakan sebuah harapan melainkan sebuah peluang. Ia memperoleh rasionalnya di dalam properti dan ciri-ciri unik yang dimilikinya, yang antara lain dan terutama meliputi paling sedikit empat hal berikut (Nasikun, 2001):
a) Pertama, oleh karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif.
b) Kedua, pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima oleh masyarakat.
c) Ketiga, berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya, lebih dari pariwisata konvensional yang bersifat massif pariwisata alternatif yang berbasis komunitas memberikan peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusankeputusan dan di dalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, dan oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat.
d) Keempat, “last but not least”, pariwisata alternatif yang berbasis komunitas tidak hanya memberikan tekanan pada pentingnya "keberlanjutan kultural" (cultural sustainability), akan tetapi secara aktif bahkan berupaya membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan.
Dalam pembangunan pariwisata berbasis komunitas, yang terpenting adalah bagaimana memaksimalkan peran serta masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan pariwisata itu sendiri. Masyarakat diposisikan sebagai penentu, serta keterlibatan maksimal masyarakat mulai dari proses perencanaan sampai kepada pelaksanaannya. Masyarakat berhak menolak jika ternyata pengembangan yang dilakukan tidaklah sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian tidaklah berlebihan pariwisata berbasis masyarakat dijadikan sebagai salah satu bentuk paradigma baru pembangunan pariwisata yang mengusung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) demi pencapaian pendistribusian kesejahteraan rakyat secara lebih merata.
Pariwisata Berbasis Komunitas (Community Bassed Tourim)
(Hasil penelitian yang dilakukan oleh Noor Aneka Lindawati (2008) yang berjudul Dampak Pengembangan Pariwisata Dan Proses Marginalisasi Masyarakat Lokal : Studi Pengembangan Obyek Wisata Pantai Gedambaan di Desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan)
Pariwisata bukanlah sesuatu yang jelek, tetapi supaya dapat dipandang sebagai sesuatu yang bermanfaat, pariwisata harus memenuhi beberapa syarat. Pilihan untuk membangun pariwisata yang bersifat konvensional dan massal bukan sebuah harga mati untuk menjadikan pariwisata di Kabupaten Kotabaru di kenal dunia luar. Karena jenis pariwisata yang konvensional ini telah terbukti menimbulkan persoalan dan dampak yang merugikan bagi masyarakat setempat dimana pariwisata itu berkembang, inclued di desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru. Untuk itu perlu pilihan yang lebih bertanggung jawab dalam membangun sekor kepariwisataan di Kabupaten Kotabaru.
Sejauh ini implementasi terhadap konsep pariwisata berbasis komunitas (Community Bassed Tourism) dalam membangun kepariwisataan di Kabupaten Kotabaru sama sekali belum terlihat dan menyentuh. Padahal dalam Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah (RIPDA) Kabupaten Kotabaru konsep Community Bassed Tourism ini menjadi salah satu bentuk pariwisata yang akan dikembangkan dalam membangun sektor kepariwisataan di Kabupaten Kotabaru. Hal ini terkait dengan besarnya keinginan pemerintah daerah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai leading sector dalam capaian peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), tetapi di sisi lain mengabaikan kepentingan sosial ekonomi masyarakat itu sendiri.
Pentingnya menerapan pariwisata berbasis komunitas dalam pembangunan sektor kepariwisataan di Kabupaten Kotabaru sudah semestinya menjadi keharusan, karena apa yang disuguhkan oleh pariwisata berbasis komunitas ini sangat berbeda jauh dan bertolak belakang dengan jenis pariwisata konvensional yang sedang berlangsung sekarang ini. Jika pariwisata konvensional memberikan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan maka sebaliknya pariwisata berbasis komunitas adalah pariwisata yang bersahabat dan ramah terhadap lingkungan. Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima oleh masyarakat. Pariwisata berbasis komunitas memberikan peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusan keputusan dan di dalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, dan oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat.
Dalam pembangunan pariwisata berbasis komunitas, yang terpenting adalah bagaimana memaksimalkan peran serta masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan pariwisata itu sendiri. Masyarakat diposisikan sebagai penentu, bukan hanya penonton, keterlibatan masyarakat menjadi sebuah keharusan mulai dari proses perencanaan sampai kepada pelaksanaannya. Masyarakatpun berhak menolak jika ternyata pengembangan yang dilakukan tidaklah sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian tidaklah berlebihan jika pariwisata berbasis komunitas dijadikan sebagai salah satu bentuk paradigma baru pembangunan pariwisata yang mengusung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) demi pencapaian pendistribusian kesejahteraan rakyat secara lebih merata. Sehingga proses kedepannya pembangunan dan pengembangan sektor kepariwisataan di Kabupaten Kotabaru dapat tumbuh dan berkembang secara lebih bertanggung jawab.
Daftar Pustaka:
Aneka, Noor Lindawati, 2008, Dampak Pengembangan Pariwisata Dan Proses Marginalisasi Masyarakat Lokal : Studi Pengembangan Obyek Wisata Pantai Gedambaan di Desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan, "Tesis S2", Fakultas Ilmu Sosial UGM, Yogyakarta
Nasikun, 1999, Globalisasi Dan Paradigma Baru Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas, Lokakarya Penataan Pariwisata Dalam Menyongsong Indonesia Baru, diselenggarakan oleh DEPARI, Harian Suara Pembaharuan, dan PUSPAR-UGM, Puncaka
0 komentar:
Posting Komentar